DPR mengesahkan revisi UU ASN
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menjadi inisiatif DPR.
Pengesahan itu dilakukan pada sidang paripurna, Selasa (24/1/2017).
Salah satu poin revisi menyangkut tuntutan honorer yang meminta diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
"Apakah RUU usul inisiatif anggota DPR tentang perubahan UU 5/2014 tentang ASN dapat disetujui menjadi rancangan UU usul DPR RI?" tanya Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah selaku pimpinan sidang.
"Setuju," jawab peserta sidang.
Sejumlah anggota memberikan catatan terhadap revisi UU ASN tersebut.
Anggota Fraksi Partai Nasdem Akbar Faisal mengatakan, meski fraksi setuju terhadap usulan revisi, ada beberapa catatan.
Salah satunya terkait anggaran pembayaran gaji harus mendapatkan perhatian.
Negara akan mengangkat 439 ribu tentang honor K2 dan gaji yang akan diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bisa mencapai Rp 23 triliun.
"Harus ada penjelasan tuntas dari pemerintah darimana uang itu. Jangan sampai mereka berharap dibayar gajinya tapi menjadi persoalan," tutur Akbar.
Sementara itu, Anggota Fraksi Partai Keadilan Sosial (PKS) Ansory Siregar menyinggung soal pembahasan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa).
Saat itu, DPR didatangi kepala-kepala desa dari seluruh Indonesia yang berdemonstrasi.
Pemerintah saat itu takut tidak bisa menggelontorkan dana sekitar Rp 38 triliun untuk dana desa.
Namun, saat itu DPR mendesak bahwa alokasi anggaran harus ada.
"Akhirnya kita undangkan sekarang, Alhamdulillah RUU Desa sudah diundangkan dua tahun dan desa seluruh Indonesia sangat bagus," kata Ansory.
"Sekarang mengenai ASN, ada lagi alasan yang itu-itu saja, enggak ada duit. Ada 430 ribu pegawai K2 yang akan di-PNS-kan. Kalau uang itu untuk mereka ya tidak apa-apa, saya di Komisi XI sudah pusing untuk mengatasi pengangguran ini. Ini cuma Rp 23 triliun kok. Duit itu ada," lanjut dia.
Menanggapi sejumlah tanggapan fraksi, pengusul revisi UU ASN, Rieke Diah Pitaloka berterima kasih atas masukan yang diberikan para anggota Dewan.
Ia berharap tak ada aura "menakut-nakuti" soal beban keuangan negara dan mempertanyakan dari mana angka Rp 23 triliun yang disebut-sebut akan menjadi beban anggaran negara tersebut.
Menurut dia, anggapan itu hanya merupakan asumsi.
"Kita tidak bisa berasumsi. Ini persoalan hidup rakyat. Persoalan negara keberatan rp 23 triliun, APBN kurang lebih ada Rp 2.000 triliun. Jika harus mengeluarkan Rp 23 triliun, itu maksimum 2 persennya. Apakah negara tidak mau memberikan 2 persen bagi mereka yang bekerja di garda terdepan?" tanya Rieke.
"Ini persoalan yang akan kita lanjutkan dalam pembahasan," sambungnya.
Menindaklanjuti pengesahan ini, DPR akan mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo dan meminta agar surat presiden (surpres) segera dikirimkan ke DPR untuk kemudian masuk ke tahap pembahasan di Panitia Khusus (Pansus) atau komisi terkait.